Total Tayangan Halaman

Minggu, 29 Oktober 2017

Kenangan terbaik-terbaik di Smandel (part II)

16. Setoran Hafalan Pak Zul,
Dulu sekali, tahun 2000-2006, di SD gue, ada mapel namanya Tahfizh. Di mapel itu kami diminta menghafal surah dari Juz 30, mundur selama 6 tahun. Setiap hari setoran hafalan. Dulu gue udah sampe Surah Al-Jinn, tapi sekarang udah banyak yang lupa :(. Nah, Pak Zul, guru PAI gue waktu kelas XI, nugasin menghafal Q.S. An-Nuur : 35, Al-Baqarah 255, Al-A'raaf : 204-206, Al-Hasyr : 22-24, dan ditambah do'a sujud tilawah. Pernah ada temen gue nanya ke Pak Zul, "Pak, kenapa pake metode setoran gini sih? Kan yg penting kami paham isinya". Bapaknya yg setengah hati menjawab, "Biar kamu kalo shalat bacaannya gak cuma An-Naas atau Al-Ikhlas doang". Jujur, gue terpengaruh dengan jawaban setengah bercanda guru itu. Gue hafalin, selain untuk dapet nilai, lalu gue pelihara hafalan gue dengan sering-sering baca ayat-ayat itu ketika gue shalat.

17. Pidato ***,
Salah satu kenangan yang gue sesali, tapi bikin senyum-senyum malu sendiri kalo gue kenang. Tanggal 1 Maret 2012, ada ujian praktik Bahasa Indonesia. Kami disuruh baca berita, wawancara, atau pidato, terserah, sendiri-sendiri. Gue pilih pidato. Waktu itu gue lagi menggandrungi "golongan itu". Akhirnya gue bikin pidato dengan gue sebagai sekretaris jendral. Di pidato itu, gue menyampaikan ide untuk menjadikan seluruh warga negara sebagai pegawai negeri, termasuk petani, nelayan, buruh pabrik, dll. Gak ada perusahaan swasta. Mereka digaji pemerintah, sama semua. Jadi hidup mereka dari negara, oleh negara, dan untuk negara.  Gue inget ketika gue pidato berapi-api, temen-temen sekelas gue nunduk menahan malu atau merasa aneh dengan gue, tapi guru penguji gue biasa aja. Toh gue akhirnya lulus hahahaha.

18. Temu Kimia XIV UNJ 2010
Untuk pertama dan terakhir kalinya, gue diberi kesempatan menjadi salah satu wakil dari Smandel untuk ikut olimpiade kimia di UNJ, pada tanggal 7 November 2010. Smandel mengirim 2 tim yang masing-masing berisi 3 orang. Dari tiga orang tim itu, 2 orang anak kelas XI, 1 orang anak kelas XII. Waktu itu gue kelas XI. Tim gue kalah di babak cerdas cermat. Tapi tim yang satu lagi jadi juara dua. Juara satu diraih oleh tim dari SMAKBO.
19. Di Anyer bersama X-G,
Gue gak habis pikir kenapa anak-anak tahun 2008-2010 seneng banget bolak-balik ke Anyer. Perpisahan kelas IX-3 tahun 2009 ke Anyer. Tahun depanya, tahun 2009, perpisahan kelas X-G ke Anyer lagi. Tanggal 28-29 Juni 2010 waktu itu. Cukup berkesan, terutama ketika yg lain main truth or dare, gue yang lagi tidur digangguin terus. Malemnya nonton bareng Piala Dunia 2010.

20. Opini Positif Bu Paulina,
Tanggal 25 Mei 2010, ketika kelas seni musik asuhan Bu Paulina di ruang musik, Bu Paulina meminta anak-anak untuk melingkar, duduk. Dibagikan selembar kertas HVS. Lalu diminta tulis nama masing-masing di pojok kiri atas. Berdasarkan aba-aba, kertas digeser ke teman sebelah kanannya. "Tulis opini positif kalian mengenai pemilik kertas itu (yang namanya ada di pojok kiri atas)", lalu digeser lagi. Begitu terus hingga kertas gue yang sudah satu putaran, sampe di tangan gue dalam keadaan penuh coret-coretan dan pendapat positif teman-teman X-G tentang gue. Kertas itu gue laminating dan scan. Kertas itu sampai sekarang masih gue simpan dan gue jadikan sebagai kertas yang paling gue jaga setelah ijazah.
21. Foto Buku Tahunan,
Tanggal 7 Januari 2012 gue, anak-anak kelas gue (XII IPA G), dan bu Elly (wali kelas gue waktu itu) foto buku tahunan di Kemang (persisnya gue lupa). Dari pagi sampe malem (abis maghrib lah kira-kira). Seru sih. Banyak momen, setelah cuma gitu-gitu aja di kelas sama anak-anak, terutama ketika pulang makan malem bareng mereka wkwkwk.

22. PAI dengan Pak Rasikhu,
Pendidikan agama islam ketika gue kelas X semester I itu diisi oleh Pak Rasikhu. Dulu ya ngajarnya gak sesuai kurikulum. Beliau ngajar dgn bagi-bagiin kumpulan potongan-potongan ayat-ayat Al-Qur'an, lalu diajarin tafsirnya gimana. Lucu sih, seru, dan menegangkan juga. "Kalo kita nemu kesalahan Al-Qur'an, satu aja, kita murtad rame-rame". Jujur gue agak "takut" waktu itu, dan Alhamdulillah, Allah masih memberikan ni'mat iman dan islam kepada gue sampe sekarang :)
23. Nilai (hampir nol) nol Fisika,
Masa euforia masuk smandel yang berlebihan membuat ulangan harian fisika pertama gue gagal total. Bab yang diujikan saat itu angka penting dan dimensi. Soalnya cuma empat tapi rasanya susah banget. Alhasil gue cuma dapet 2 skala 100 atau 0,2 skala 10. Terkecil di kelas waktu itu. Sedih banget. Tapi ya udah gapapa.

24. Long March 30 September 2011,
Tanggal 30 September 2011, jumat, gue mencoba hal "gila": jalan kaki pulang sekolah sejauh 10 km dari sekolah ke rumah gue. Tadinya mau "menghemat biaya". Ternyata biaya buat jajan minuman di jalan bikin pengeluaran membengkak. Gue jalan sekitar 2 jam (nyampe hampir maghrib). Kalo naik angkot sebenarnya juga 2 jam. Terus gue mikir, "semacet itukah Jakarta? Sampe2 waktu tempuh naik angkot sama dengan waktu tempuh kalo jalan kaki" :v
25. Sidang TeSIS 05 Februari 2011
 Enam belas pekan sejak kepulangan dari Sumedang untuk menyusun TeSIS, akhirnya disidang juga. Sidangnya kayak sidang skripsi, tapi terbuka dan berkelompok. Pake baju formal. Sumpah deg-degan banget. Soalnya tiap anggota wajib jawab pertanyaan atau dibantai dewan penguji (temasuk operator yg tugasnya cuma mindah-mindahin slide wkwkwk). Salah satu momen paling deg-degannya gue selama di smandel.
26. Bandeng
Pak Saepudin, guru Bahasa Indonesia gue waktu kelas X, manggil gue dengan sebutan "Bandeng". Kenapa? Karena ikan bandeng itu matanya melotot, mulutnya menganga, diem aja. Mau digoreng, mau dibakar, mau dipresto pun tetep aja ga ada reaksinya. Artinya gue dianggap sebagai murid yang "terlihat" fokus memperhatikan guru yang lagi nerangin, tapi sebenarnya gak paham sama sekali sama isi pelajarannya.
27. Open House Fasilkom 2011
Pada tanggal 3 Desember 2011 gue niatnya cuma nemenin temen gue yang minat masuk Fasilkom UI buat ikut Open House Fasilkom UI 2011. Tapi akhirnya gue menikmati juga. Apalagi gue bisa ketemu beberapa temen-temen lama gue disana yang kebetulan minat masuk Fasilkom UI juga atau udah jadi mahasiswa di sana.
28. Thalia White,
Salah satu tugas besar kelas X-G pada pelajaran Bahasa Inggris yang menciptakan banyak momen, terutama ketika latihan di Menteng. Drama ini sendiri ditampilkan pada tanggal 08 Mei 2010 di Perpustakaan Smandel. Walaupun gue gak terlalu inget jalan ceritanya, tapi menurut gue, ini tugas drama gue kedua yang paling berkesan seumur hidup (setelah drama The Godfather (2008)).

29. ESQ,
Sekitar dua pekans setelah MOS, tanggal 28-29 Juli 2009, sekolah gue ngadain training ESQ di Menara 165, Jakarta. Emang sih ketika acaranya kerasa banget keinginan buat tobat, serius. Gue jadi hati-hati banget sama dosa. Shalat gue usahain sesempurna mungkin. Tapi gatau kenapa, efeknya cuma sepekan. Abis itu "biasa" lagi. Mungkin itu juga dirasain sama temen-temen gue dulu.
30. Kuis Pak Hamid,
Gue sebenarnya seneng banget sama pelajaran biologi, walaupun gue ga pernah lulus ujian biologi (kecuali UN).  Sayangnya, ketertarikan gue dengan biologi tidak didukung dengan kemampuan gue untuk menghafal sesuatu. Lemah banget gue. Salah satu hal kenapa gue suka pelajaran biologi adalah kuis cerdas cermat buatan guru biologi waktu itu, Pak Hamid. Jadi Pak Hamid akan bacain soal, ntar anak-anak cepet-cepetan tunjuk tangan, kalo tau jawabannya. Kalo jawabannya bener, ntar dapet nilai tambahan di nilai akhir biologi.

Minggu, 22 Oktober 2017

Kenangan terbaik-terbaik di Smandel (part I)

30 kenangan terbaik bagi gue selama di Smandel:

1. (*sensor)
Kenangan nomor satu gue selama di sekolah ini adalah ketika gebetan ke-10 dalam hidup gue. Terjadi pada kuartal ketiga tahun 2010. Gue sensor namanya untuk privasi. Walaupun nomor 10, tapi menurut gue, dia yang "terbaik" dalam memberikan pelajaran dan menuliskan sejarah dalam hidup gue. Dan sayangnya, sekarang dia sudah berubah :') #abaikan. Satu hal yang gue sadari dari momen ini: Kalo lo udah benar-benar berkomitmen gak akan pacaran, Allah akan melindungi lo, sekalipun lo mau. Itu yang gue rasakan.

2. SNMPTN Tulis 2012
Tercatat 12-13 Juni 2012, salah satu hari paling bersejarah dalam hidup gue selama 20 tahun pertama hidup gue, yaitu harus "berperang" melawan anak-anak SMA dari seluruh Indonesia untuk berebut kursi di PTN. Dulu gue menjalani tes ini di SMAN 68 Jakarta. Datang jam 5.30 demi mempersiapkan mental :')

3. TeSIS 2010
Event paling gue kenang selama sekolah di smandel: TeSIS, yaitu tanggal 14-16 Oktober 2010, di Desa Situraja Utara, 14 km dari Ibukota Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Di sana kami diminta meneliti dan mengambil data untuk penelitian yang selanjutnya akan dikemas dalam bentuk karya tulis. Kenangan di sana kebayakan horror (banyak penampakan atau ada yg kesurupan hahahaha), sisanya pengalaman berharga seperti belajar etika dengan orang lain yang berbeda budaya dengan kita.

4. Senam Kelas
Senam kelas merupakan ujian praktik mapel olahraga yg cukup bergengsi (bagi kelas), karena setiap kelas harus menampilkan senam kreasi sendiri, ditonton oleh seluruh rakyat sekolah. Jaman gue dulu, kelas XII IPA G, mengambil tema "New York" apa ya dulu kalo ga salah. Kelas gue ini tampil pada tanggal 16 April 2012 pagi.

5. Road to SNMPTN Tulis
Perjuangan terbesar gue, selama wajib belajar 12 tahun, yaitu perjuangan persiapan SNMPTN Tulis 2012. Mulai dari try out belasan kali, bimbel tiap hari minggu jam 7-12 siang, sampe nginep-nginep di rumah temen demi dapetin PTN impian wakakakakak.

6. Kaderisasi dan Pelatgab 2010
Selama bertahun-tahun gue berpikir bahwa momen Januari-Februari 2010 ini mengubah 50% karakter gue menjadi seperti yang sekarang. Plotnya pun sebenarnya mirip dengan apa yang gue alami di himpunan selama kuliah, hanya saja kaderisasi zaman SMA masih mentah dan lebih mengutamakan emosi dan drama yang tidak bermanfaat. Pelatgab 2010 ini dilaksanakan pada tanggal 20-21 Februari 2010 di Camping Ground Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Hampir semua subsie direncanakan akan dilantik malam itu. Namun, kenyataannya, hanya dua subsie yang dilantik malam itu, tidak termasuk Kopsis, organisasi saya.

7. Dodik Belanegara
Tanggal 16-18 Juli 2009, di Dodik Belanegara, Cikole, Lembang, terselenggara rangkaian akhir MOS SMAN 8 Jakarta. Di sana, kami dididik ala-ala militer. Belajar PBB, makan gak boleh mulut-ngejar-nasi, makan ga boleh berantakan kayak bebek, tidur di barak kayak ikan sarden, dll. Pada momen ini juga lah gue untuk pertama kalinya banyak berkenalan dengan temen-temen seangkatan gue di smandel.

8. Pesantren Kilat
Untuk terakhir kalinya, gue mengikuti pesantren kilat. Kegiatan ini dilaksanakan menjelang bulan Ramadhan. Momen ini terjadi pada tanggal 16-18 Agustus 2012 di Secapa TNI AD Bandung.  Seperti dengan MOS di Dodik Belanegara sebulan sebelumnya, kami tidur di barak tentara, tapi lebih "mewah" dengan ranjang dan lemari sendiri. Di tempat ini juga lah gue untuk terakhir kalinya mengikuti Upacara Peringatan Kemerdekaan NKRI, karena di dua tahun berikutnya selama SMA, tanggal 17 Agustus jatuh pada bulan Ramadhan, jadi tidak dilaksanakan. Di sini juga untuk pertama kalinya gue bertemu dengan KH. Abdullah Gymnastiar.

9. Di Pulau Pramuka dengan XI IPA B,
Dalam catatan gue, Perpisahan Kelas XI IPA B 16-17 Juni 2011 di Pulau Pramuka merupakan momen pertama kalinya gue keluar dari Pulau Jawa, pulau kelahiran gue, walaupun masih dalam Provinsi DKI Jakarta. Pertama kali juga naik kapal laut, Alhamdulillah gue gak mabuk laut sama sekali wkwkwk. Walaupun "hanya" satu malam, tapi momennya terasa penuh.

10. Wisuda 2012,
Perpisahan dengan wajib belajar 12 tahun gue. Sedih sih, karena semua momen selama di Smandel berakhir. Ternyata memang benar: masa-masa paling indah adalah masa-masa di SMA. Di balik bahagianya alumni, ada sebagian yang benar-benar lega dan bahagia, yaitu yang sudah mendapatkan tiket ke PTN melalui SNMPTN Undangan 2012, ada sebagian lain yang bahagia namun belum lega karena masih harus menunggu SNMPTN Tulis 2012, dua pekan kemudian. Momen ini terjadi tanggal 29 Mei 2012, di Balai Sudirman, Jakarta Selatan.

11. Expo Kopsis 2010,
Untuk pertama kali dalam hidup, gue mengetuai sebuah event penting di organsasi gue, Koperasi Siswa SMAN 8 Jakarta. Gue mengetuai Expo Kopsis 2010 pada hari Sabtu, 24 Juli 2010. Expo ini bertujuan memperkenalkan Koperasi Siswa ke angkatan bawah, dalam hal ini angkatan 2013 agar mereka mau mendaftarkan diri dan bergabung ke Koperasi Siswa ini. Pertama kalinya gue memimpin dan belajar manajerial, bagaimana menempatkan seseorang di posisi yang tepat. Ada rasa puas tersendiri ketika gue melihat apa yang gue rencanakan berjalan tanpa perlu diutak-atik di tengah jalan.
12. Pelantikan Kopsis 46 2010,
Hampir tiga bulan setelah Pelatgab 2010, kami baru bisa menghabiskan seri kami dengan berbagai cara. Tanggal 1 Mei 2010, kami diminta berdagang di sekitar Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Berdagang dari pagi, lalu dilantik siang hari, sekitar jam 14.00. Akhirnya setelah kaderisasi lima bulan kelar juga hahaha.

13. Makrab Kopsis 46 2010,
Abis pelantikan, pasti ada makrab atau malam keakraban. Makrab tahun ini diadakan di Pejaten tanggal 19 Juni 2010, setelah UAS. Waktu itu, gue jadi divisi logistik, jadi ya agak kerepotan di siang harinya. Tema dari makrab ini "Safari" kalo ga salah, jadi kostunya hewan-hewan gitu, sedangkan gue pake topi khas Banjarnegara dan jaket coklat, jadi pemburu.
 
14. Berdagang di XI IPA B 2011,
Kecanduan buku motivasi bisnis ala-ala Ippho Santosa, Jaya Budiman, dll membuat gue pengen berdagang di kelas gue saat itu, kelas XI IPA B. Berbekal duit pinjeman 100k dari bokap gue, akhir Desember 2010 gue beli beberapa jenis alat tulis (pulpen, pensil, penggaris, penghapus) di Pasar Pagi untuk dijual di kelas. Alhamdulillah laku. Gak lama, gue coba beli makanan-makanan ringan untuk dijual di kelas. Lalu merambah ke jualan kertas gambar untuk pelajaran seni rupa. Sebenarnya, hal ini bikin Kopsis, terutama angkatan gue yg sedang menjabat, geram dengan kelakuan gue yg berjualan atas nama pribadi. Mereka menekan gue, bahkan melaporkan gue ke pembina kopsis. Gue tetap berjualan. Lama kelamaan, mereka menjual-sesuatu-yang-mereka-jual. Jujur, gue kesel. Ide gue yg awalnya gak diterima, lalu dicuri oleh mereka. Tapi ya sudahlah, gue waktu itu udah ada pelanggan setia wkwkwk. Akhir Mei 2011, tabungan gue jadi Rp3.000.000, lumayan, dengan bayaran yang mahal: Gue menduduki peringkat 33 dari 40 anak di XI IPA B akibat fokus terpecah antara jualan-belajar. Setelah TA 2010/2011 berakhir, gue memutuskan untuk gak jualan lagi di kelas.

15. FB8 2012,
Tiga kali FB8 diselenggarakan selama gue di smandel, cuma tahun 2012 yg paling mengena buat gue. Gimana nggak, 12 Mei 2012, yaitu hari FB8 2012 itu, suasananya udah pasca-UN, tinggal nyiapin SNMPTN Tulis. Udah agak lega, ketemu temen-temen gue dalam momen senang-senang, tanpa beban PR / Tugas sekolah. Dan momen ini adalah salah satu momen gue paling menikmati masa-masa terakhir bersama temen-temen gue di sekolah, dalam acara besar pula.
(lanjut part II)

Jumat, 25 November 2016

Selamat Hari Guru Nasional!

Selamat Hari Guru Nasional!

Mungkin terkesan tidak kreatif karena saya meletakkan judul sebagai kalimat pembuka di postingan pertama di tahun 2016 ini, jadi ya mohon maaf.
 
Hari guru nasional sebenarnya merupakan hari dimana Kongres Guru Indonesia diadakan pada tahun 1945. Awalnya, pada tahun 1912, didirikan PGHB (Persatuan Guru Hindia Belanda) sebagai organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman penjajahan Belanda. Perjuangan PGHB untuk memperjuangkan nasib anggotanya terbilang sulit disebabkan oleh perbedaan latar belakang pendidikan dan status sosial dari anggotanya. Oleh karena itu, PGHB kemudian berkembang menjadi beberapa organisasi guru yang terpisah berdasarkan status sosial, latar belakang pendidikan, bahkan agama, seperti Perserikatan Guru Desa (PGD), Perserikatan Guru Ambachtsschool (PGA), Perserikatan Normaalschool (PNS), Persatuan Guru Bantu (PGB), Hogere Kweekschool Bond (HKSB), Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijs Bond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG), dan lain-lain. Pada tahun 1932, PGHB diubah namanya menjadi PGI (Persatuan Guru Indonesia). Tentu saja ini membuat pihak pemerintah kolonial Belanda tidak senang atas digantinya nama "Hindia Belanda" dengan kata "Indonesia". Pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945), semua organisasi dilarang, termasuk PGI, sehingga organisasi ini harus vakum. Tepat 100 hari sejak diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, yaitu tanggal 24-25 November 1945, diadakan Kongres Guru Indonesia di Solo, Jawa Tengah. Dalam kongres ini, semua organisasi-organisasi guru yang berdasarkan status sosial, latar belakang pendidikan, dan agama sepakat dihapuskan. Semua guru di Indonesia sepakat untuk bersatu dalam satu wadah yang disebut Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Itu ringkasan sejarah PGRI, dari wikipedia (sumber mainstream saya selama 10 tahun terakhir), cuma sebagai intro kok.

------------------------oOo------------------------

Untuk guru pertama dalam kehidupan saya,
Untuk semua guru yang telah membentuk saya,
Untuk calon guru pertama dalam kehidupan calon anak-anak saya kelak,
Untuk murid-murid saya yang saya banggakan,

Dalam kepercayaan yang saya yakini beberapa tahun terakhir, saya sadari bahwa sebenarnya pendidikan itu bukanlah suatu hak, melainkan suatu kewajiban yang harus diemban oleh setiap warga negara. Ya, setiap masyarakat, menurut saya harus memperjuangkan dirinya agar jadi manusia yang terdidik. Jika pendidikan hanyalah sebuah hak, maka jika tidak diambil, orang tidak akan mendapat konsekuensi apapun. Namun, pada kenyataannya, jika orang tidak belajar, mendidik dirinya, serta memperjuangkan pendidikannya, orang tersebut akan merasakan pahitnya kebodohan, minimnya etika, serta kurangnya kesejahteraan dalam hidupnya. Selain setiap orang wajib memperjuangkan dirinya agar menjadi manusia yang berilmu dan terdidik, harus ada sinkronisasi dengan kewajiab setiap orang lainnya yang terdidik dan lebih berilmu, untuk mengajari orang lain. Anda tidak salah membaca, mengajar itu menurut saya wajib bagi setiap orang berilmu. Oleh karena itu, setiap orang itu merupakan guru bagi orang lain, idealnya.

Namun, apa yang terjadi di dunia pendidikan sekarang di negara ini? Saya melihat, pendidikan formal sekarang tidak lebih dari sekadar mesin cetak angkatan kerja, bukan sebagai tempat untuk mengasah dan membentuk potensi yang terpendam sejak lahir. Ini membuat murid-murid tidak memahami tujuan besar dari pendidikan formal yang mereka jalani selama kurang lebih dua belas tahun. Beberapa kali saya menanyakan hal yang sama kepada murid-murid saya mengenai sistem pendidikan di Indonesia. Mereka mengaku tidak memahami sama sekali tentang sistem pendidikan yang mereka jalani. Ya, mereka berada di sistem pendidikan, mereka mengalami pendidikan, mereka sangat berpengalaman di dunia pendidikan, namun mereka tidak memahami apa yang mereka jalani. Bukankah ini aneh? Apakah ketika mereka berumur 6 tahun mereka memasuki sekolah dasar atas dasar disuruh orang tua semata lalu tidak pernah menyadari esensi dari apa yang mereka jalani selama ini selama 12 tahun? Bukankah ini berarti sekolah hanya menjadi ladang pekerja yang ditanam, diperlakukan sama, lalu dipanen tiap tahun?

Lebih lagi, saya melihat banyak orang yang telah menjadikan dunia pendidikan sebagai ladang bisnis, itu kenyataannya. Ketika dunia pendidikan dijadikan bisnis, maka akan ada beberapa keburukan yang terjadi (dan mungkin sudah terjadi).

Pertama, ilmu menjadi tidak berharga. Kapitalisasi pendidikan menjadikan ilmu sebagai komoditas yang berharga untuk dijual, seperti barang dagangan. Dalam pendidikan formal, institusi pendidikan sebagai perusahaan, murid sebagai raw material, angkatan kerja sebagai produk, ilmu sebagai zat untuk mentransformasikan murid menjadi angkatan kerja, dan guru sebagai proletar. Sedangkan dalam pendidikan nonformal, terkadang institusi pendidikan sebagai toko, murid sebagai pembeli, dan guru sebagai penjual. Ilmu bukan lagi disadari sebagai sesuatu hal yang harus dituntut oleh murid untuk menjadikannya lebih baik, bukan sebagai cara untuk beribadah (menuntut ilmu adalah ibadah), melaikan sebagai alat untuk mencapai nilai. Ya, nilai. Jika nilai murid tinggi, mereka lulus. Sesederhana itu. Akibat sistem pendidikan yang lebih mengutamakan nilai kuantitatif inilah yang menyebabkan murid merasa dituntut oleh ilmu, bukan sebaliknya. Tidak sedikit yang akhirnya yang malas belajar, bahkan membenci beberapa ilmu tertentu yang mereka anggap sulit. Padahal pada zaman dulu, orang harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk menemui seorang yang memiliki ilmu yang ia butuhkan, yang ia cari. Ilmu sangat berharga pada saat itu.

Kedua, guru menjadi tidak berharga. Sekali lagi saya kembali tuliskan di paragraf ini agar anda tidak perlu repot scroll ke atas, menjadi guru (mendidik dan mengajarkan orang lain) itu seharusnya menjadi kewajiban bagi setiap orang yang memiliki ilmu kepada orang yang membutuhkan ilmu. Dari prinsip ini dapat diartikan bahwa seharusnya menjadi guru janganlah dijadikan profesi yang dapat menguntungkan secara materiil kepada anda. Jadikanlah mengajar sebagai pemberian terbaik kepada murid, bukan sebagai tuntutan profesi atau mata pencaharian. Namun, saya sadari bahwa kewajiban guru di sekolah untuk standby di sekolah selama 40 jam per pekan rasanya membuat hal itu menjadi sulit dijalankan. Selain itu, rasa terpaksa murid dalam menuntut ilmu akibat tidak menyadari betapa vitalnya pendidikan bagi kehidupannya berakibat pada rendahnya rasa hormat kepada guru. Etika murid menjadi sangat minim, kurang disiplin, cenderung seenaknya, kurang memiliki adab ketika menuntut ilmu. Demoralisasi ini menurut saya juga disebabkan oleh prinsip bisnis "pelanggan adalah raja". Banyak murid yang menganggap dirinya sebagai pelanggan yang "membayar" guru untuk membuatnya mendapat nilai tinggi (bukan menjadikan dirinya cerdas). Guru dijadikan "sapi perah" yang menghasilkan nilai yang baik di ijazah bagi sang murid. Padahal, bisa jadi, murid yang menyakiti gurunya menjadi salah satu sebab suatu ilmu menjadi tidak bermanfaat bagi sang murid.

Setidaknya, itu yang saya lihat dan saya rasakan selama ini, tidak hanya ketika mengajar, melainkan juga ketika saya belajar (di sekolah atau kampus). Jika anda seorang guru, jadilah emas di antara lumpur: jadilah guru yang sebenar-benarnya guru walaupun anda berada di dalam sistem pendidikan yang buruk. Jika anda seorang murid, introspeksi niat anda kembali, tanyakan kepada diri anda, "selama anda lebih kurang 12 tahun mengenyam bangku pendidikan, apa yang anda dapat selain bertambah tua?"

Mohon maaf jika ada yang kurang atau salah kata, nanti saya edit, jika sempat.

Selasa, 08 Desember 2015

Dari Sebuah Kiriman

pripun perasaan kamu ?

Saya tergelitik dengan obrolan sesama lelaki di sebuah forum FB.

Lelaki pertama bertanya ke lelaki kedua, kenapa sampai sekarang betah melajang, sementara umur sudah 35 thn.

Lelaki kedua menjawab santai, "Belum ketemu yang cocok. Jaman sekarang perempuan banyak maunya. Gak ada yang mau diajak susah. Gue maunya sih nyari istri, gak mau pacar-pacaran, tapi ya itu dia, gue mau istri yang bisa mengurus rumah tangga, beres-beres rumah, masak, dsb. Susah bro nyari perempuan yang begitu sekarang2 ini."

Dan jawaban dari lelaki pertama membuat saya nyesss...

Lelaki pertama membalas, "Bro. Sekedar masukan aja buat kita para lelaki nih, gue dulu juga maunya begitu. Dapet bini yang bisa ngurusin gue dan anak-anak. Pengennya dapat istri yang mau diajak susah. Tapi makin ke sini gue mikir lagi bro.

Perempuan mana sih yang mau diajak susah? Elo aja deh bro, kalau elo ada di posisi perempuan, ada yang mau ngelamar elo nih, tapi syaratnya elo mau diajak susah. Gue yakin elo gak bakal terima lamarannya kan? Mendingan sama laki-laki lain yang bisa menjamin masa depannya. Gak susah-susahan.

Kita laki-laki juga kadang egois banget. Istri harus bisa masak, nyuci, nyetrika, beres2 rumah, dsb dsb. Karena kita anggap itu tugas istri. Sekarang kalo dibalikin nih, kita bisa gak benerin genteng bocor, atau bikin pagar di halaman, atau apalah itu pekerjaan cowok lainnya. Elo bisa bro? Kalo gue ngaku aja sih, gue gak bisa.. Hahaha.. Padahal itu seharusnya tugas suami kan?

Berhubung kita gak bisa, trus kita sisihkan uang lebih untuk bayar orang lain yang bisa kerjakan semuanya. Gak adil banget kita ya bro.. Istri kita suruh kerjain apa-apa yang kita pikir itu tugasnya, sementara kita bayar orang utk kerjain tugas-tugas kita..

Harusnya  jangan bebankan tugas itu ke istri. Kita harus kerja keras supaya bisa bayar asisten rumah tangga yang bisa kerjain itu semua.

Istri adalah ratu. Dia yang mengandung anak kita. Yang ikhlas selama 9 bulan kemana2 bawa anak kita yang masih di dalam perut.
Yang rela bentuk badannya jadi tidak seindah dulu karena proses hamil dan melahirkan. Rela menyusui, rela mencurahkan kasih sayang untuk anak-anak kita.

Dan tau gak bro? Ini hal yang paling parah. Istri juga rela ikut kerja cari nafkah lhoo kalau kita gak mampu memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Dia kerja buat bantuin kewajiban kita bro. Supaya masa depan anak kita terjamin.

Jadi gimana bro?
Masih mau cari perempuan yang mau diajak susah?
Mendingan elo susah sendiri aja bro.. Jangan bawa-bawa anak orang.



(Sumber: Dari sebuah kiriman nyasar di Line saya)

Jumat, 30 Oktober 2015

Surat

Status: Feeling

Ada sebuah rasa, yang tidak pernah saya katakan, sekalipun itu dikatakan dalam hati, tidak.
Saya tidak berani mengatakannya, sekalipun kepada diri sendiri, terlebih lagi secara verbal kepada orang lain, tidak saya katakan.

Saya tidak mengatakan bahwa rasa itu adalah "cinta", karena saya tidak dapat membuktikan apa-apa kepadamu. Saya meyakini bahwa tidak ada yang namanya cinta sebelum sebuah pernikahan terjadi.

Bukan, bukannya saya tidak yakin, saya hanya takut, hanya khawatir, jika rasa itu saya katakan kepada diri sendiri ini, itu akan mengubah saya, sedikit demi sedikit.
Saya tidak mau itu terjadi. Namun percayalah, kepribadian saya ini tidak seganda yang kamu pikirkan.

Saya ingin mengunci rapat-rapat perasaan kepadamu itu, sebenarnya, walaupun terkadang berat.

Seandainya kamu tahu, mengapa saya tidak mendekatimu, itu karena semata-mata aku ingin menjagamu, membantumu menjaga dirimu, termasuk menjaga dirimu dari diriku. Ya, jika saya mendekatimu, saya khawatir itu akan merusak dirimu, merusak diriku juga, seperti sang surya yang akan merusak sang pertiwi jika ia mendekat. Kamu akan memahaminya jika kamu mengerti bahwa cinta sejati, yang hakiki, tidak pernah membuat orang yang dicintainya menjauh dari Allah, dengan cara yang diridhai-Nya. Semoga kamu mengerti.

Mungkin, kita bagaikan dua buah garis linear dengan nilai gradien yang sangat dekat. Ya, terkesan sangat dekat, padahal titik temunya sangat jauh, sangat jauh.

Lebih baik kita menjalani peran kita masing-masing, di lingkungan masing-masing, tak perlu memikirkan hal ini. Aku ingin menjaga diriku sebagaimana aku menginginkan kamu tetap terjaga hingga kita dipertemukan, semoga kamu juga demikian. Semoga.

Senin, 21 September 2015

Responsif

Dalam berkegiatan di kampus, dewasa ini banyak mahasiswa yang menggunakan gadget sebagai sarana komunkasi dan koordinasi. Baik itu urusan akademik maupun non akademik. Namun, disadari atau tidak disadari, disamping keuntungannya yaitu membuat penyebaran informasi menjadi lebih cepat dan praktis, ada juga dampak negatifnya: Kurang responsif.

Tidak, jangan anda menyangkal dengan kalimat "Ah tergantung orangnya", tapi itulah kenyataannya yang sering terjadi. Sejak orang-orang mengandalkan gadget dan telepon genggam, pertemuan secara fisik menjadi tidak penting ("toh hasil pertemuan bakal dishare di grup"). Orang bisa membatalkan perjanjian seenaknya dengan cepat dan tiba-tiba. Respon mereka lambat ketika mendapat pesan yang seringkali bersifat mendadak dan penting. Alasan pun terinvensi: Gak ada pulsa, gak ada paket internet, gak tiap waktu orang ngebuka grup, dan hal-hal remeh lainnya yang terkadang bikin kita "geregetan".

Coba bandingkan dengan tahun 1980an ke atas. Saya ambil contoh ketika momen ospek jurusan. Saat itu, belum ada handphone atau alat komunikasi lain selain telepon rumah yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari dalam satu kelurahan. Mahasiswa-mahasiswa saat itu mendapat informasi hanya dari pertemuan terakhir dengan teman-teman seangkatan mereka, tidak lebih. Keadaan seperti itu membuat mereka benar-benar memasang telinga mereka ketika suatu informasi penting datang dari ketua angkatan maupun senior mereka. Dan ketika pulang ke kosan masing-masing pun, mereka benar-benar komitmen dan mengingat-ingat apa yang harus dilakukan selanjutnya, kapan dan dimana pertemuan berikutnya, dan lain-lain. Mereka sadar, informasi itu mahal.

Lihatlah apa yang terjadi sekarang, gumaman ketika ada pengumuman "Ah selow, nanti juga ada reminder H-3, H-2, H-1, dan J-12". Informasi tidak seberharga dulu. Itu pun, ketika dijarkom dan diminta konfirmasi, mereka banyak yang ogah-ogahan dalam merespons, ah tepatnya: lamban, dengan berbagai alasan yang sudah diutarakan di atas. Atau karena ketidakpedulian semata? Saya tidak paham.

Saya paham kesibukan kuliah atau di tempat lain terkadang membuat orang jarang membuka media sosial sehingga tidak responsif. Namun untuk sebuah urusan yang membutuhkan respon cepat, kesibukan bukan alasan untuk tidak merespons dengan cepat. Sekali lagi, bukan

Benarkah media sosial merupakan sarana paling efektif dan efisien dalam berkoordinasi dengan orang banyak? Saya sangsi. Namun saya pikir bisa dijadikan alternatif dengan syarat: responsif.

Tolonglah.

Kamis, 27 Agustus 2015

Pengunduran

Status: Feeling - Judging

Selasa, 25 Agustus 2015 adalah hari yang buruk buat saya, terutama di sore hari. Hari itu adalah hari pertama pengajaran di panti pada semester ini setelah sebelumnya libur panjang selama hampir tiga bulan lamanya. Saya datang dengan bekal cukup niat dan beberapa buku sepeninggal SMA saya yang telah usang dan robek. Disambut oleh anak-anak SD yang telah menunggu kami, saya masuk ke dalam panti itu. Masih sepi. Jam menunjukkan pukul 15.50. Saya menanti.

Singkatnya, pukul 16.30, saya sudah dapat "jatah" murid, beberapa anak kelas XII SMA, yang di semester sebelumnya mereka kelas XI SMA. Entah mengapa, saya tidak menikmati pengajaran hari itu. Bukan, bukan karena tidak tersedianya papan tulis, melainkan lebih kepada ketidaknyamanan mereka (murid-murid) terhadap cara mengajar saya. Saya mengajar dengan cara seperti biasa, namun sepertinya tidak cocok untuk mereka, tidak seperti murid kelas XII di semester lalu yang cukup nyaman dengan cara mengajar saya. Sejujurnya, saya tidak punya cara lain dalam mengajar, begitu saja, apa adanya. Saya selama ini hanya nyaman mengajar SMA kelas XI atau XII, tidak di luar itu. Itulah sebabnya tadi saya diminta mengajar kelas XII SMA.

Ketika murid-murid itu dialihkan ke pengajar lain, mereka terlihat senang dan lega. Terdengar kata "yes!" dari salah satu mulut mereka. Saya cukup sedih. Ditambah lagi dengan keberadaan teman-teman saya yang lain yang semakin banyak, saya semakin tidak merasa dibutuhkan dan tidak dihargai lagi dalam agenda rutin mingguan ini.

Di sisi lain, saya juga bersyukur acara mingguan ini semakin ramai, semakin maju. Pengurus tahun ini lebih baik daripada periode sebelumnya, yaitu saya sendiri. Di tahun lalu, ketika saya mengurus agenda ini, teman-teman yang datang bisa dikatakan sepi, dengan rata-rata sekitar 8-9 orang saja, termasuk saya dan teman-teman sesama pengurus. Namun sekarang sepertinya lebih ramai. Orang-orang yang tadinya jarang datang, menjadi sering ikut datang. Entahlah, saya tak tahu mengapa tahun lalu begitu sepi.

Saya hanya menahan kesedihan dengan bermain dengan kucing-kucing di sekitar panti itu. Saya memikirkan hal itu dalam-dalam. "Sudah saatnya pindah pekerjaan". Itu keputusan saya ketika saya pulang. Ingin mengundurkan diri. Pindah tempat mengajar yang lebih membutuhkan saya. Walaupun, saya cukup mencintai agenda rutin dan panti ini, setelah tertanam dalam hati selama hampir dua tahun terakhir, sebuah waktu yang cukup untuk menanamkan ikatan emosional terhadap sesuatu. Namun, mau bagaimana lagi, merasa tidak dibutuhkan lagi, tidak dihargai lagi, adalah alasan logis mengapa sesuatu yang dicintaipun harus kita tinggalkan, sesegera mungkin.

Jika kamu mencintai seseorang atau sesuatu, lalu ia bersikap tidak membutuhkanmu dan tidak menghargaimu lagi, maka tinggalkanlah. Kamu hanya akan menjadi pengganggu baginya.

Meskipun begitu, meninggalkan seseorang atau sesuatu yang kamu cintai dengan alasan tersebut tidak akan mengobati sesuatu yang tertinggal: kerinduan.

Saya sadari itu, lekat-lekat.