Status: Thinking - Sensing
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam hidup seorang manusia, selain keimanan, pangan, informasi, dan sosialisasi. Banyak orang mengatakan bahwa pendidikan itu mempersiapkan dan membekali seorang manusia untuk dapat bertahan hidup di masa depan. Saya pikir pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Pendidikan itu sebenarnya ada di sepanjang hidup manusia, karena hidup adalah pendidikan. Sekolah sebagai institusi pendidikan seharusnya bisa menjadi sarana pendidikan pasif bagi seorang manusia agar dapat menjadi pembelajar yang tangguh dan berkarakter di jenjang pendidikan aktif.
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam hidup seorang manusia, selain keimanan, pangan, informasi, dan sosialisasi. Banyak orang mengatakan bahwa pendidikan itu mempersiapkan dan membekali seorang manusia untuk dapat bertahan hidup di masa depan. Saya pikir pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Pendidikan itu sebenarnya ada di sepanjang hidup manusia, karena hidup adalah pendidikan. Sekolah sebagai institusi pendidikan seharusnya bisa menjadi sarana pendidikan pasif bagi seorang manusia agar dapat menjadi pembelajar yang tangguh dan berkarakter di jenjang pendidikan aktif.
Maka dari itu, saya meyakini, bahwa pendidikan sesungguhnya bukanlah hak setiap warga negara yang berdaulat, melainkan sebuah kewajiban, sebuah kewajiban yang berarti harus ditempuh oleh semua anak manusia yang akan menempuh hidupnya menuju akhir hayatnya di dunia ini.
Tidak hanya di sekolah, pendidikan anak di rumah oleh orang tua pun terkadang memiliki masalah fundamental: banyak orang tua yang bersikukuh membentuk anaknya menjadi ini-itu yang sebenarnya belum tentu ia minati. Jika anda berhasil memaksa anak anda menjadi seorang yang anda inginkan, sesungguhnya anda telah gagal mendidik. Esensi pendidikan adalah menjadikan seorang anak manusia dapat mendidik dirinya sendiri, mengevaluasi dirinya sendiri, dan membentuk dirinya sendiri. Tugas orang tua dalam mendidik adalah mengawasi dan menunjukkan jalan yang benar kepada anak anda.
Lain pendidikan, lain pula pengajaran. Pengajaran merupakan kegiatan transfer ilmu dari seorang guru kepada muridnya, sedangkan pendidikan cenderung proses penanaman karakter dari lingkungan (jika pendidikan aktif) atau guru (jika pendidikan pasif) kepada seorang pembelajar. Itulah mengapa mata pelajaran agama dan kewarganegaraan disebut "Pendidikan Agama" dan "Pendidikan Kewarganegaraan", bukan "Ilmu Pengetahuan Agama" atau "Ilmu Pengetahuan Kewarganegaraan". Itulah mengapa mata pelajaran tentang alam dan sosial disebut "Ilmu Pengetahuan Alam" dan "IlmuPengetahuan Sosial", bukan "Pendidikan Alam" atau "Pendidikan Sosial".
Jika pendidikan terjadi setiap saat dan setiap peristiwa, pengajaran terjadi di saat tertentu saja, saat dimana kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Tujuan pengajaran bukanlah pula membekali manusia untuk mengarungi kehidupan setelah lulus pendidikan formal, melainkan untuk menumbuhkan rasa penasaran.
Harus saya akui bahwa enam tahun di sekolah dasar, tiga tahun di sekolah menengah pertama, tiga tahun di sekolah menengah atas, bahkan ditambah empat hingga enam tahun di bangku kuliah tidak akan membuat seorang anak memiliki ilmu yang lengkap dan cukup dalam menghadapi tantangan zaman. Dengan adanya pengajaran, diharapkan (hanya) menjadi pemicu sang murid untuk penasaran dan terus mencari mengembangkan ilmu pengetahuan. Maka dari itu, adalah sebuah kesalahan besar jika seorang guru menjadikan guru sebagai profesi yang semata-mata karena keuntungan materi duniawi. Seorang guru seharusnyalah memberi teladan kepada muridnya yakni mencintai ilmu yang ia ajarkan kepada muridnya, agar muridnya dapat menumbuhkan rasa cintanya kepada ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pun, seorang pengajar juga wajib belajar dan mengembangkan ilmunya. Seorang pengajar yang berhenti belajar, sebenarnya tanpa sadar sedang mengajarkan betapa tidak pentingnya belajar itu.
Seseorang yang telah mengenyam pendidikan formal (pasif) seharusnya sadar bahwa ilmu yang telah dimilikinya adalah suatu harta yang tak ternilai harganya, bahkan tak semua orang memilikinya. Maka dari itu,
"Ilmu adalah sebaik-baiknya perbendaharaan dan paling indah, ia ringan dibawa namun besar pula manfaatnya"
-Ali bin Abi Thalib-
Ya, ilmu adalah harta praktis yang harus kita syukuri. Bentuk syukur itu ada bermacam-macam. Jika mampu, kembangkanlah ilmu pengetahuan dengan melakukan penelitian, dan memanfaatkan aplikasinya untuk orang banyak. Jika anda belum mampu, ajarkanlah ilmu yang anda miliki itu kepada orang lain. Mengajar, selain bentuk belajar (dua arah) dan transfer ilmu, merupakan bentuk sederhana namun nyata dan berdampak besar sebagai balas budi seorang murid kepada guru-gurunya yang telah mengajarkannya sejak dahulu.
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Apabila seseorang mengajarkan ilmu yang ia dapat dari gurunya kepada orang lain, dan itu bermanfaat, maka anda dan guru anda akan juga mendapat pahala yang terus mengalir. Konsep ini seperti Multi-Level Marketing, hanya saja yang mengalir bukanlah uang, melainkan pahala. Oleh karena itu, jika benar anda berterima kasih kepada guru anda, ajarkanlah ilmu yang anda miliki kepada orang lain.
"Saya kira lebih baik kamu mulai mengajar orang lain hanya sesudah kamu sendiri mempelajari sesuatu"
-Albert Einstein-
Bandung, 16 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar