Total Tayangan Halaman

Sabtu, 16 Mei 2015

Catatan Perjalanan: Situs Goa Pawon, Cipatat, Kab. Bandung Barat, 17 Januari 2015

Status: Introvert - Sensing

Dalam rangka mengakhiri libur panjang akhir semester ganjil, saya dan dua orang teman saya, Riksa dan Budi berencana mengunjungi salah satu tempat wisata di Kab. Bandung Barat, yaitu Situs Goa Pawon dan Stone Garden. Kami mengawali perjalanan dari Cisitu, tempat kos kami selama kami kuliah di Institut Teknologi Bandung, pada pukul 8.00 pagi. Dengan angkot Cisitu-Tegallega, kami menuju Stasiun Hall. Kami turun di Stasiun sisi selatan. Kami memberi tiket KRD (Kereta Rakjat Djelata) seharga Rp1500,00/orang untuk satu kali perjalanan. Cukup murah untuk perjalanan 14 km. Keretanya pun cukup nyaman. Sepi, bersih, dan tersedia colokan listrik di setiap kursinya.
budi (kiri) dan riksa (kanan) di Kereta Rakjat Djelata (KRD)

Saya, Riksa, dan Budi menikmati perjalanan singkat itu, hanya 15 km. Sesampai di stasiun, kami mencari angkot. Tentu saja angkot yang benar, angkot yang memang dapat mengantarkan kami ke situs Goa Pawon. Bertanya ke beberapa supir angkot, akhirnya dapat juga. Angkot berwarna kuning yang memiliki pintu penumpang di bagian belakang, berbeda dengan angkot pada umumnya yang memiliki angkot penumpang di sisi kiri mobil. Perjalanan agak lebih jauh terasa. Melewati Pasar Padalarang, kami melalui jalur Padalarang-Cianjur, jalur antar kota. Sekitar 30 menit menaiki angkot dengan trayek menuju Rajamandala tersebut, kami diturunkan di pinggir jalan raya antarkota tersebut. Di seberang jalan terdapat gapura yang menunjukkan bahwa itu adalah jalan menuju Goa Pawon.

Di mulut gapura terdapat pangkalan ojek, motor-motor berjejer berharap kami akan menyewa mereka untuk mengantarkan kami ke Goa Pawon. Budi berkata, "Jalan kaki aja, biar greget". Oke, kami memutuskan untuk jalan kaki. Sepanjang pejalanan udaranya sejuk, menjauh dari asap truk dan bis AKAP yang melintas sepanjang jalan raya Cianjur-Padalarang. Suasana pedesaan dengan jalanan aspal yang naik-turun, serta suara jangkrik dari ilalang pinggir jalan menemani perjalanan kami. Sekitar 15 menit berjalan kaki, kami mendapati jalan cagak dengan papan penanda di tengahnya. Kami mengambil gambar sebentar, lalu mengambil jalur kanan.
saya (kiri) dan riksa (kanan) di jalan cagak menuju objek wisata goa pawon

Tepat pilihan kami. Sepuluh menit kemudian, kami sampai di pintu masuk Goa Pawon. Kami membeli tiket masuk seharga Rp5500 per orang (sudah termasuk asuransi). Hal petama yang kami lihat bukan Goa Pawon yang tersohor itu, melainkan tempat parkir kendaraan, di sisi kirinya terdapat pendopo dengan maket peta kawasan wisata Goa Pawon. Selama 30 meter kami berjalan lurus, terdapat banyak kawanan monyet liar menemani kami. Semoga mereka tidak macam-macam, pikir saya. Kami menaiki beberapa batu, lalu tiba di mulut goa. Bau kotoran kelelawar menguar kemana-mana, membuat Budi tidak tahan akan baunya. Saya yang belum pernah mengendus bau kotoran kelelawar justru merasa biasa saja. Kotoran-kotoran kelelawar itu, terlihat dibungkus karung dan dikumpulkan di salah satu sudut goa. Saya membayangkan, pemilik dari tulang-tulang yang ditemukan di goa ini (sekarang di Museum Sri Baduga, Tegallega, Kota Bandung), pernah bermukim di goa ini. Hmmmm, seperti apa ya kehidupannya? Teringat pelajaran sejarah yang pernah diajarkan saat SMA dulu oke, lupakan. Kami ambil gambar sebentar, mengingat Budi tidak tahan dengan baunya.
 one trip, one selfie

Budi (kiri) sedang mengambil gambar eksotisnya goa pawon

Kami keluar dari Goa Pawon, bermaksud istirahat sejenak di Pendopo di dekat lapangan parkir. Di sana, kami menikmati bekal yang kami bawa dari Bandung dan bercengkrama hingga pukul 12.00. Perjalanan dilanjutkan ke Stone Garden. Juru parkir di sekitar pendopo menunjukkan bahwa jalan ke Stone Garden adalah menaiki bukit di seberang lapangan parki itu. Kami mendaki sekitar 20 menit. Agak terjal juga tanjakannya. Sesampai di puncak, kami istirahat sebentar, ke toilet umum. Lalu di jalan yang ke kiri, terdapat pintu masuk stone garden dengan tarif Rp3000 per orang. Cukup murah. Perjalanan tiga menit kemudian, kami mendapati hamparan luas bukit dengan batu-batu putih seolah-olah tumbuh dari dalam tanah berumput itu. Semua rasa lelah sekejap sirna. Indah sekali.
saya (kiri) dan budi (kanan) di batu gerbang, stone garden

salah satu sudut hamparan batu (maaf jika saya mengganggu pemandangan :v)

Sekitar satu jam kami bernarsis ria, mengambil beberapa puluh foto. (Memang, seharusnya SD Card handphone harus terlebih dulu dikosongkan jika akan berpergian ke wisata alam). Puas dan mulai lelah membuat kami melihat jam tangan. Ah sudah pukul 13.30. Kami kembali ke gerbang tiket stone garden. Kami memesan ojek disana. Tiga ojek motor siap mengantarkan kami ke jalan raya Cianjur-Padalarang. Ongkosnya Rp10000. Cukup mahal sebenarnya, ternyata jarak tempuhnya sangat dekat. Lebih dekat daripada ketika kami melewati pintu masuk yang awal. Pengendara ojek yang saya tumpangi bercerita bahwa wisata stone garden ini tergolong baru, sekitar pertengahan 2014 lalu dibuka, cukup fenomenal, yang bisa disandingkan dengan objek wisata Goa Pawon. Tidak banyak yang diceritakan karena singkatnya perjalanan dengan motor ini.

Kami kemudian menaiki angkot yang sama menuju stasiun Padalarang, membeli karcis, lalu sampai di Stasiun Hall, Bandung pada pukul 14.45. Untuk ongkos dari Cisitu (diluar ongkos makan), setidaknya merogoh kocek:
Angkot Cisitu-Tegallega (bolak-balik): 2 x Rp3000 = Rp6000,-
KRD (bolak-balik): 2 x Rp1500 = Rp3000,-
Angkot Padalarang-Rajamandala (bolak-balik): 2 x Rp5000,- = Rp10000,-
Situs Goa Pawon: Rp5500,-
Stone Garden: Rp3000,-
Ojek motor: Rp10000,-
Total: Rp37500,-

N.B.: KRD saat itu masih disubsidi pemerintah, sekarang tarifnya (non subsidi) sebesar Rp4500,- per orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar