Total Tayangan Halaman

Rabu, 04 Maret 2015

Visi, Suap, dan MSDM.

Status: Thinking - Sensing - Judging

Sejauh ini saya mendapati tiga hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin jika ingin memiliki pengikut yang setia dan loyal (bukan hanya berkomitmen):
1. Memiliki tujuan (visi dan misi) yang berada di sayap kiri atau sayap kanan.
Seorang pemimpin sebaiknya memiliki visi dan misi di titik ekstrem dan fokus pada satu hal untuk satu masa kepemimpinan. Tujuan organisasi akan tercapai bila langkah-langkah sederhana dicanangkan tiap tahunnya. Langkah-langkah sederhana ini tentu saja mengarah kepada tujuan organisasi yang sebenarnya. Jadi, tugas seorang pemimpin baru adalah melanjutkan langkah yang telah dicapai pemimpin sebelumnya, melakukan ekspansi, bukan memperbaiki apalagi mengulangi hal yang sama daripada apa yang pemimpin sebelumnya lakukan. Organisasi itu akan stagnan, tidak tercapai tujuan besarnya, akan dipenuhi oleh orang-orang yang tidak punya ambisi mencapai tujuan bersama.
Orang-orang yang mendukung visi ekstreme anda akan berkomitmen, bahkan lebih dari itu (loyal) kepada anda. Namun, sebagai konsekuensinya, orang yang tidak setuju dengan anda, akan antipati terhadap kepemimpinan anda. Itu tidak mengapa, karena 10 orang yang berkomitmen lebih baik daripada 100 orang oportunis. Terkadang, tujuan lebih berharga daripada keharmonisan.

2. Mampu menyuap.
Suap adalah cara termudah untuk menaklukkan orang lain, baik logikanya maupun perasaannya. Seperti agen MLM yang rela jatuh miskin agar terlihat kaya (dengan mentraktir calon "korban"nya) sehingga calon "korban"nya terpikat dan bergabung dengan organisasi MLM, kepemimpinan juga dapat menggunakan cara suap agar orang lain dapat mematuhi apa yang diinginkannya. "Suap" dalam kepemimpinan bisa dalam hal: mentraktir makan orang lain, melayani kepentingan orang lain, dan lain-lain. Misalnya, orang yang ditraktir makan, beberapa kali, cenderung akan patuh dan akan segan untuk melawan ketika orang yang mentraktir memintanya untuk melakukan suatu perintah kerja, walaupun ia seharusnya tidak mau. Rasa berterima kasih dan utang budi inilah yang melemahkan pendirian awalnya.

3. Mampu menempatkan anak buahnya di posisi yang tepat.
Terkadang, staffing anak buah dengan cara open recruitment tanpa menganalisis potensi mereka adalah sebuah blunder yang dapat berakibat fatal secara perlahan. Open recruitment terkadang hanya menempatkan orang dimana ia "sepertinya berminat" atau "sedang senang di bidang ini". Bagaimana jika ternyata anak buah anda belum paham dengan potensi dan bakat dirinya sendiri? Maka dari itu, memahami anak buah dan menganalisis kehidupannya sehari-hari akan memberi petunjuk potensi dan kemampuan apa yang sebenarnya yang ia miliki. Jika ia awalnya merasa tidak nyaman bekerja di bidang potensial yang ia miliki, paksalah ia untuk terus menekuninya. Dengan cepat ia akan menguasainya dan ketika ia menguasainya, ia akan menganggap pekerjaannya sebagai "mainan baru", dengan cepat akan meminatinya. Ia akan dengan senang hati bekerja.
Lalu ada kasus lagi, terkadang seorang pemimpin menempatkan anak buahnya hanya melihat bidang potensialnya saja, tanpa melihat bidang-bidang yang sebenarnya dihindarinya. Ini berbahaya. Ia akan bekerja sekitar 50%nya saja, tentu saja di bidang yang ia minati. Sisanya? Ia akan mengalihkan pekerjaannya kepada orang lain. Maka, ia pun akan menjadi orang yang pekerjaannya paling ringan diantara anak buah lainnya, cukup tidak adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar