Tatkala khalifah demi
khalifah datang pergi silih berganti, disebut-sebutlah nama Umar bin
Abdul Azir untuk menjadi penggantinya. Nama Umar bin Abdul Aziz
digadang-gadang menjadi calon khalifah yang baru.
Tapi apa kata Umar?
Tapi apa kata Umar?
“Jangan sebut-sebut nama saya, katakan
bahwa saya tidak menyukainya. Dan jika tidak ada yang menyebut namanya,
maka katakan, jangan mengingatkan nama saya,” ujar Umar bin Abdul Aziz.
Umar Bin Abdul Aziz diangkat menjadi
Khalifah pada dinasti Bani Umayyah, hari Jum’at tanggal 10 Shafar tahun
99 Hijriyah, menggantikan khalifah sebelumnya, Sulaiman Bin Abdul Malik.
Saat diumumkan di depan publik namanya disebut sebagai pengganti,
seluruh hadirin pun serentak menyatakan persetujuannya. Tapi tidak
dengan Umar. Sang Khalifah menangis terisak-isak. Ia memasukkan
kepalanya ke dalam dua lututnya dan menangis sesunggukan.
Ia justru terkejut, seperti mendengar
petir di siang bolong. Bukan hanya terkejut, Umar bin Abdul Aziz bahkan
mengucapkan Inna lillahi wa Inna ilaihi raji’uun, bukannya Alhamdulillah
atau mengadakan pesta, sebagaimana kebanyakan pejabat di negeri ini.
“Demi Allah, ini sama sekali bukanlah atas
permintaanku, baik secara rahasia ataupun terang-terangan,” ujar cicit
dari Khulafaur Rasyidin kedua Umar bin Khattab ini.
Di atas mimbar Umar Bin Abdul Aziz
berpidato: “Wahai manusia, sesungguhnya aku telah dibebani dengan
pekerjaan ini tanpa meminta pendapatku lebih dulu, dan bukan pula atas
permintaanku sendiri, juga tidak pula atas musyawarah kaum muslimin. Dan
sesungguhnya aku ini membebaskan saudara-saudara sekalian dari baiat di
atas pundak saudara-saudara, maka pilihlah siapa yang kamu sukai untuk
dirimu sekalian dengan bebas!”
Ketika semua hadirin telah memilihnya dan
melantiknya, Umar berpidato dengan ucapan yang menggugah. “Taatlah kamu
kepadaku selama aku ta’at kepada Allah. Jika aku durhaka kepada Allah,
maka tak ada keharusan bagimu untuk taat kepadaku.”
Dalam pidato di hari kedua memegang
amanah, Umar mengatakan tiada nabi selepas Muhammad Shallahu ‘alaihi
Wassallam dan tiada kitab selepas Al-Quran.
“Aku bukan orang yang paling baik
dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya
dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku
adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah.”
Usai berpidato, khalifah menangis kemudian melanjutkan, “Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku.”
Jika kebanyakan pejabat berpesta ria saat
kenaikan pangkat dan meraih kekuasaan, Umar bin Abdul Aziz malah banjir
air mata karena takut pertanggungjawabanya di hadapan Allah pada hari
kiamat kelak tak mampu dipikulnya.
Sikapnya tak hanya ditunjukkan di mimbar.
Iia justru hidup dalam kezuhudan dan wara’. Ketika ia disodori kendaraan
“dinas” yang supermewah berupa beberapa ekor kuda tunggangan, lengkap
dengan kusirnya, Umar menolak, dan malah menjual semua kendaraan itu,
lalu uang hasil penjualannya diserahkan ke Baitul Maal. Termasuk semua
tenda, permadani dan tempat alas kaki yang biasanya disediakan untuk
khalifah yang baru.
Dalam sejarah peradaban Islam disebutkan, Umar bin Abdul Aziz merupakan Khalifah Dinasti Umayyah yang membawa Daulah Umayyah mencapai puncak kejayaan. Menurut para ahli sejarah, gaya kepemimpinannyamirip dengan gaya kepemimpinan khulafaur Rasyidin. Dialah satu-satunya khalifah Bani Umayyah yang tidak dicela oleh para khalifah Bani Umayyah pada masa selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar