Status: Sensing - Thinking
Terkadang, gue bingung dengan apa yang terjadi di sekitar gue. Bukan hal besar yang gue ingin pikirkan, lebih kepada hal-hal kecil. Gak tau kenapa, ini sangat mengganggu gue. Gue pengen ceritain beberapa hal aja. Gak banyak, cuma tiga poin aja dulu sekarang.
Pertama, gue bingung gimana cara berpikir orang-orang di sekitar gue ini. Contohnya, gue kan like fanpage National Geographic Indonesia. Lumayan langganan baca postingannya. Dia (NGI) kalo ngepost biasanya artikel tentang fakta ilmiah gitu. Nah gue gak ngerti kenapa, jarang banget yang ngomen di postingannya. Akan tetapi, kalo dia ngomongin hal yang nyerempet agama, politik, dan hal-hal yang kontoversial, yang komen banyak banget. Gak cuma NGI sih, di berita-berita online (detik.com, kompas, metrotv, dll) juga isi komennya kayak "lempar batu sembunyi tangan". Orang-orang yang ngomen pasti mikir gini, "toh ini medsos, bebas gue berkomen, diatur undang-undang kok, lagipula, toh gak ada yang kenal gue ini". Sampe gue mikir gini, "Orang Indonesia itu seneng banget sama hal-hal yang kontroversial. Politik dan Agama terutama. Tapi kalo lagi disuruh mikir hal-hal yang ilmiah, malesnya na'udzubillah. Dari sini gue ambil kesimpulan kalo sebenarnya, orang Indonesia itu kebutuhan pokoknya: Sandang, pangan, papan, dan eksistensi. Sayangnya, eksistensi sering kali lebih didahulukan daripada sandang/pangan/papan. Eksistensi ini bisa dalam bentuk 'ingin terlihat kaya, ingin terlihat cerdas, dan ingin terlihat berkuasa'. Media sosial bisa mengubah orang yang kalem dan bijaksana menjadi dungu dan acuh".
Kedua, gak tau kenapa, gue gak suka kalo denger orang manggil nama orang lain dengan status sosialnya. Jadi kadiv, dipanggil "Halo Pak Kadiv", baru naik haji, dipanggil, "Hai Pak Haji", baru nyebar kebaikan dikit (di medsos dan dunia nyata) dipanggil "Assalamu'alaykum Pak Ustadz" atau "Syeikh". "Bercanda itu, jangan dianggap serius lah". Benarkah? Terkadang kita kalo bercanda emang kelewatan. Kayak lo maen bullying waktu ospek: just for fun. Serupa namun berkebalikan. Kalo waktu ospek lo merendahkan orang lain karena 'just for fun', ini lo meninggikan orang lain karena 'just for fun'. Lagi pula, gini lho, misalnya ada orang yang baru nyebar kebaikan, langsung lo panggil syeikh, bukan tidak mungkin (bahkan sangat mungkin), setan menggunakan kesempatan itu untuk menggelincirkan niatnya untuk berbuat baik. Timbullah riya, ujub. Bisa jadi, who knows? Terkadang, prasangka buruk dapat mengintrospeksi orang yang tidak dapat mengintrospeksi dirinya sendiri. Emang bener kata Niccolo Machiavelli, "Gelar tidak memuliakan seseorang, melainkan orang-oranglah yang memuliakan gelar".
Ketiga, idealisme itu, sepengelihatan gue, adalah sahabat di mulut, namun musuh di dalam hati. Berapa banyak senior-senior lo yang dulu ngajarin soal sopan santun, tapi kalo berangkat kuliah pake pakaian kayak tante-tante ke mall? Berapa banyak temen-temen lo yang ngajarin ke junior lo soal kejujuran, tapi kalo ngerjain PR masih nyalin temen? Katanya sih kepepet. Tapi disanalah esensi dari idealisme sesungguhnya: memegang teguh prinsip dalam situasi kepepet. Berapa orang dari temen-temen lo yang berkoar anti-korupsi tapi masih belajar persiapan matkul X pada saat kuliah matkul Y? Berapa orang yang ngakunya "jaga pandangan" (untuk cowok) tapi masih suka ngelike foto-foto cewek yang ganti profile picture di medsos? Lo mikir gak sih? Kalo ngajarin anak orang dan memperlihatkan sesuatu yang ideal-ideal itu berat banget? "Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak
kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan" (Q.S. Ash-Shaff: 2-3). Dari SMA gue pikirin itu dan itulah sebabnya gue gak mau ikut-ikutan ngajarin anak orang lebih lanjut dari sekadar "ngasih contoh lalu ngasih tau secara personal".
Oke, gitu doang. Nanti kalo ada keluhan lagi gue lanjutin :v.
Oke, gitu doang. Nanti kalo ada keluhan lagi gue lanjutin :v.
The Online Casino | Khadang Pintar
BalasHapusThe Online Casino is a worrione brand new online casino. Our motto is to make the deccasino players feel at home, not at home” the Kambi official website kadangpintar